Tcm Bulukumba., (16 Oktober 2025) - Di tengah pembangunan fasilitas kesehatan yang menjadi harapan warga Bulukumba, proyek RSUD Sultan Dg. Raja justru memunculkan sederet tanda tanya. Di balik tembok proyek senilai lebih dari Rp.22 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025 itu, tim gabungan dari Media dan Tim Investigasi Monitoring LMR-RI mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada dugaan ketidaksesuaian dengan bestek, lemahnya pengawasan teknis, serta potensi kerugian negara.
Liputan ini merangkum hasil penelusuran lapangan, analisis dokumen, serta keterangan pakar konstruksi dan tata kelola anggaran.
Kecurigaan pertama muncul ketika tim gabungan Media dan LMR-RI melihat pola pengerjaan struktur bangunan yang dianggap tidak selaras dengan dokumen rencana kerja yang tertera pada papan proyek. Adapun temuan beberapa elemen konstruksi sangat tampak dipasang tergesa-gesa, sementara beberapa bagian lain juga tampak tidak memenuhi standar teknis.
“Dari jauh saja sudah terlihat ada pekerjaan yang tidak wajar. Setelah mendekat dan mengambil dokumentasi, kami makin yakin ada yang perlu diinvestigasi lebih dalam,” ujar salah seorang anggota LMR-RI yang terlibat dalam peninjauan awal.
Setelah melakukan pengukuran lapangan, tim mengklaim menemukan beberapa titik yang tidak cocok dengan spesifikasi kontrak. Namun tim menegaskan bahwa temuan mereka adalah indikasi awal yang membutuhkan audit resmi.
Pelanggaran K3: ‘Bom Waktu’ Proyek Publik yang selain adanya dugaan teknis, tim investigasi menyoroti aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pekerja tampak bekerja tanpa perlengkapan memadai dan area proyek tidak sepenuhnya memasang rambu keselamatan. Pakar K3 yang dimintai pendapat menilai hal itu sebagai “indikator klasik pengawasan yang longgar.”
“Dalam proyek konstruksi bernilai miliaran rupiah, ketidaksiapan K3 sering menjadi sinyal lemahnya manajemen pelaksana. Jika K3 saja longgar, aspek teknis bisa ikut terabaikan,” jelas Dr. Rahman Lestari, pakar manajemen konstruksi dari salah satu perguruan tinggi di Makassar.
Menurut Rahman, indikasi semacam ini tidak bisa dibiarkan karena proyek kesehatan memiliki standar keselamatan yang lebih tinggi dibanding konstruksi umum lainnya.
Analisis Pakar: Indikasi Penyimpangan Teknis Harus Diaudit untuk memperkuat temuan lapangan, tim meminta analisis dari Ir. Satriawan Yusuf, pakar pengawasan proyek publik dan anggota asosiasi konsultan teknik.
Setelah melihat sebagian dokumentasi foto yang diberikan dari tim gabungan Media dan LMR-RI, Satriawan menilai:
“Kalau visual itu benar berasal dari lokasi proyek, ada indikasi pekerjaan yang tidak mencapai standar konstruksi bangunan kesehatan. Namun, ini tetap harus dibuktikan melalui audit teknis resmi. Tidak boleh ada kesimpulan final tanpa verifikasi lapangan oleh auditor independen.”
Ia menambahkan, proyek kesehatan wajib menggunakan material dan metode kerja yang lebih ketat karena menyangkut keselamatan pasien, sterilitas ruangan, dan ketahanan bangunan.
Sebagai Lembaga Kontrol LMR-RI telah menyiapkan Laporan Formal karena merasa temuan dengan timnya sudah cukup kuat sebagai bukti awal, LMR-RI menyatakan kesiapannya membawa kasus ini ke jalur resmi.
“Kami sudah siapkan berkas awal laporan. Dugaan ini akan kami serahkan ke aparat penegak hukum agar dilakukan audit menyeluruh. Anggaran publik tidak boleh dikelola asal-asalan,” tegas Ketua Tim Investigasi dan Monotoring LMR-RI Bang Syofyan
LMR-RI menyebut laporan mereka akan mengacu pada:
1. UU 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN,
2. UU 31/1999 jo. UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3. Serta ketentuan pengawasan proyek pemerintah dalam Peraturan LKPP.
Adapun dari pihak RSUD menyatakan bahwa : “ Telah Ada Pendampingan dari Penegak Hukum”
Di sisi lain, Direktur RSUD Sultan Dg. Raja menolak anggapan adanya penyimpangan yang disengaja. Menurutnya, proyek telah berada dalam pengawasan dua institusi hukum.
“Pekerjaan sudah didampingi Kejaksaan dan Polres. Kalau ada pihak yang menilai ada kejanggalan, silakan melapor sesuai prosedur. Kami terbuka,” ujarnya.
Pernyataan ini memunculkan pertanyaan baru: Jika proyek sudah didampingi lembaga penegak hukum, mengapa dugaan kejanggalan masih bisa muncul?.
Pakar tata kelola anggaran menilai pendampingan bukan jaminan bahwa semua proses berjalan sempurna.
“Pendampingan bukan pengawasan teknis penuh. Ia tidak menggantikan tugas konsultan pengawas dan PPK. Jadi penyimpangan tetap bisa terjadi jika fungsi internal lemah,” jelas Bang Syofyan dengan tegas.
Buruknya koordinasi akan pentinnya konfirmasi dari pihak kontraktor yang masih juga bungkam. Hingga pemberitaan ini diterbitkan, PT Pate’ne Jaya sebagai kontraktor pelaksana belum memberikan pernyataan resminya. Dengan ketidak adanya jawaban membuat dugaan publik semakin liar.
Seorang pejabat daerah yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Kontraktor harus bicara. Diam hanya memperkuat kecurigaan publik.”
Desakan dari Publik 'Menuntut Transparansi Total' di tengah situasi ini, warga Bulukumba berharap pembangunan RSUD tidak menjadi proyek seremonial yang dikerjakan asal-asalan. Fasilitas kesehatan baru adalah kebutuhan dasar masyarakat, bukan ajang eksperimen proyek.
“Uangnya besar, dampaknya juga besar. Kami ingin bangunan yang aman, kuat, dan sesuai aturan,” kata seorang warga yang namanya tak mau disebutkan dipemberitaan ini.
Investigasi dan Monitoring menyuluruh ini belum memberikan putusan final. Namun, indikasi awal yang diungkap dari TIM INVESTIGASI dan MONITORING LMR-RI dan Analisis Pakar menunjukkan perlunya audit teknis, audit anggaran, dan klarifikasi resmi dari seluruh pihak.
Satu hal pastinya bahwa, Transparansi dan integritas adalah syarat mutlak bagi proyek publik yang bernilai miliaran rupiah, terutama yang berkaitan dengan layanan kesehatan masyarakat.
Tcm Sdj/Tcm Rifai