Ticker

6/recent/ticker-posts

Polres Humbang Hasundutan Diduga Paksakan Penetapan Mak Apong Sebagai Tersangka TPPO, Kuasa Hukum Ungkap: Unsurnya Tidak Terpenuhi





Tcm Humbang Hasundutan .,---Penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyeret Imri Elisabeth Purba alias Mak Apong, pemilik Café Galaxy di Humbang Hasundutan, memantik polemik besar. Penetapan tersangka terhadap Mak Apong dinilai janggal dan terkesan dipaksakan setelah Polres Humbang Hasundutan menerbitkan surat penahanan Nomor SP.Han/61/X/2025/Reskrim tanggal 13 Oktober 2025.

Kuasa hukum Mak Apong, Ihwan Bancin, S.H, menyampaikan kekecewaan mendalam atas proses hukum yang dinilai menyimpang dan tidak memenuhi unsur TPPO sebagaimana dituduhkan penyidik.(3/12/25)


Menurut Ihwan Bancin, kliennya tidak pernah merekrut atau mengajak Selva Nopiana (16 tahun) untuk bekerja di Café Galaxy. Justru, kata Ihwan, perekrutan dilakukan oleh tersangka lain bernama Dimas Syahputra, bekerja sama dengan kasir café, Febri Ulina Sitanggang, tanpa sepengetahuan Mak Apong.

“Ketika klien kami mengetahui ada karyawan baru, beliau langsung menanyakan usia Selva. Setelah tahu bahwa dia masih di bawah umur, klien kami langsung menghubungi orang tuanya dan memulangkan Selva kepada ayah kandungnya, Sudarno,” tegas Ihwan.

Namun setelah dipulangkan, Selva kembali ke Humbang Hasundutan dan tinggal bersama Febri Sitanggang mantan kasir Café Galaxy dan hingga akhirnya muncul laporan polisi yang menyeret Mak Apong sebagai tersangka.

Ihwan menjelaskan bahwa pihak keluarga korban, melalui ayah kandung Selva, Sudarno, telah membuat pernyataan damai dan mengajukan permohonan penghentian perkara pada 7 Oktober 2025 di Polres Humbang Hasundutan. Bahkan keluarga tersangka telah menghadirkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda sesuai arahan penyidik sebagai syarat restorative justice.

Namun, menurut Ihwan, Polres Humbang Hasundutan tetap memaksakan perkara berlanjut tanpa mempertimbangkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Pasal dinilai Prematur dan Tidak Tepat, kenapa Mak Apong dijerat Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO jo. Pasal 76I UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Namun kuasa hukum menilai, unsur TPPO sama sekali tidak terpenuhi.

“Tidak ada unsur perekrutan, pemindahan, pengiriman, atau eksploitasi ekonomi maupun seksual. Tidak ada komersialisasi. Hubungan klien kami dengan Selva bersifat sosial dan kekeluargaan,” kata Ihwan.

Ia menegaskan bahwa secara faktual, perbuatan yang dituduhkan lebih tepat masuk pada ranah perlindungan anak, bukan perdagangan orang. Apalagi tidak ada keuntungan ekonomi, paksaan, ataupun eksploitasi dalam bentuk apa pun.

Harapan kuasa hukum agar proses hukum harus mengedepankan keadilan serta Kuasa hukum meminta Kapolres Humbang Hasundutan maupun penyidik untuk objektif dan kembali pada prinsip keadilan, terlebih pihak pelapor telah berdamai dan meminta penghentian penyidikan.

“Kami berharap perkara ini dihentikan demi kepastian hukum dan rasa keadilan. Jangan sampai ada kriminalisasi. Proses hukum harus transparan dan berimbang,” tutup Ihwan Bancin tegas

Tcm Sdj/Tcm Raja