Tcm Jakarta, (8 Desember 2025)., - Indonesia resmi masuk fase darurat kehutanan. Forum Mahasiswa Pagar Nusa Nusantara (FMPN) meledakkan pernyataan keras bahwa tata kelola kehutanan nasional gagal total, usai data terbaru menunjukkan hutan Indonesia terus rusak dalam skala yang mengkhawatirkan.
Ketua Umum FMPN, Pendy, menyebut kondisi ini bukan lagi sekadar masalah lingkungan biasa, tetapi bencana nasional yang dibuat oleh buruknya tata kelola dan lemahnya penegakan hukum.
“Ratusan ribu hektare hutan hilang dalam setahun. Apa itu bukan sinyal bahwa sistem kita bangkrut? Ini bukan kegagalan kecil tapi ini kegagalan total,” tegas Pendy saat menyampaikan pernyataan di Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
Data resmi Kementerian Kehutanan menunjukkan Indonesia masih memiliki 95,5 juta hektare hutan atau 51,1 persen daratan. Namun ironi tragisnya, deforestasi netto 2024 mencapai 175.400 hektare, meski reforestasi dilakukan. Angka itu menunjukkan kerusakan hutan tetap jauh lebih cepat daripada pemulihannya.
Pendy mengungkap, 92,8 persen deforestasi bruto terjadi di hutan sekunder, dan 69,3 persen di antaranya berada dalam kawasan hutan resmi milik negara. “Apa gunanya status kawasan hutan kalau justru di sanalah kerusakan paling besar terjadi? Sistem pengawasan kita lumpuh,” katanya.
Belum berhenti di situ. Laporan Auriga Nusantara mencatat deforestasi 2024 mencapai 261 ribu hektare, dengan 59 persen terjadi dalam area konsesi yang legal. Menurut FMPN, hal itu menunjukkan regulasi kehutanan justru memberi ruang luas bagi kerusakan hutan yang dibungkus legalitas.
“Ini bukan sekadar kriminal lingkungan. Ini bukti bahwa tata kelola dirancang tanpa keberpihakan pada hutan dan masa depan bangsa,” ujar Pendy.
Ia menegaskan, dampak deforestasi bukan hanya lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan warga, melenyapkan habitat satwa dilindungi, dan menyingkirkan masyarakat adat dari ruang hidup mereka.
FMPN mendesak pemerintah melakukan evaluasi total terhadap kebijakan kehutanan: mulai dari penegakan hukum yang tegas, reformasi perizinan, hingga perlindungan hutan alam dan masyarakat adat.
“Kami tidak anti pembangunan. Tapi pembangunan yang merusak hutan adalah pembangunan yang bunuh diri. Jika hutan hilang, kehidupan bangsa ikut hancur,” tegas Pendy.
FMPN juga menyerukan masyarakat sipil, akademisi, organisasi lingkungan, dan media untuk ikut mengawal kebijakan kehutanan. “Jangan biarkan hutan Indonesia habis tanpa perlawanan,” pungkasnya.
Tcm Rizky Imam Mukti/Tcm Sdj